Pencak Silat Perguruan Silat Nasional (Persinas) adalah suatu
yayasan yang didirikan pada tanggal 30 April 1993 dengan Akte Nomor 430
Notaris J.L. Waworuntu, untuk waktu yang tidak terbatas.
Perguruan
Silat Nasional ASAD berasaskan Pancasila dan UUD 1945 dan bermaksud
menghimpun seluruh potensi bangsa yang memiliki persamaan cita-cita,
wawasan dan tujuan dalam melestarikan budaya bangsa, khususnya ilmu seni
bela diri pencak silat nasional yang bersumber pada aliran silat
Cimande, Kunto, Cikaret, Singa Mogok, Nagan, Cikalong, Syahbandar,
Garuda Mas, Sabeni, dan Tangkap Menangkap (TM).
Bahwa dengan
melestarikan ilmu dan seni bela diri pencak silat, berarti melestarikan
budaya bangsa, yang merupakan upaya meningkatkan kualitas mental dan
fisik bangsa Indonesia, guna mempercepat terwujudnya Tujuan Nasional,
dengan motto “Ampuh Sehat Aman Damai (ASAD)”.
Prestasi Dunia Persinas Asad Perguruan Silat Nasional (Persinas) Asad
yang mewakili Indonesia meraih prestasi membanggakan di Festival
Beladiri :Dunia (Chungju World Martial Arts Festival) di Chungju Korea
Selatan. Persinas Asad meraih prestasi tiga besar peserta terbaik dengan
predikat luar biasa (outstanding performance) bersama peserta dari
Jepang dan Cina.
Persinas Asad ditunjuk PB IPSI ( Ikatan Pencak Silat
Indonesia) mewakili Indonesia bersama perguruan silat Joko Tole Madura
dan perguruan Pamor Pamekasan. Persinas Asad sendiri diwakili oleh
Pengda Persinas Jawa Barat yang kemudian memberangkatkan lima
pendekarnya dari Bandung. Tiga pendekar masih duduk di bangku SMP dan
dua lainnnya seusia SMK.Chungju World Martial Arts Festival adalah
festival bela diri se-dunia yang diadakan setiap 10 tahun sekali.
Dimana, dari berbagai negara akan menampilkan ciri khas bela diri
masing-masing. Misalnya, Indonesia dengan pencak silat, China dengan
Wushu, Korea dengan Taekgyeon, Canada dengan Oki Chi Taw serta Australia
dengan Tai-Kin-Jeri. PB IPSI sendiri telah mengikuti festival bela diri
dunia sejak World Martial Arts Union (WOMAU) digelar kali pertama.
Festival tersebut selalu mengundang 56 aliran bela diri dari 45 negara
yang berasal dari 5 benua.Untuk festival beladiri Chungju Martial Arts
ke 11 ini diadakan di Chungju Tangeumdae UN Peace Park dimulai dari 2
Oktober sampai 8 Oktober 2008. Festival diikuti 28 negara yang terdiri
dari 51 tim dengan jumlah pendekar sebanyak 1210.
Nuansa Persada Online
- Tingkat I / Sabuk Putih / Siswa I
Warna
putih pada sabuk mempunyai makna lembaran putih dan bersih dengan tulus
ikhlas, ridho dan suci. Bagi seorang calon pesilat untuk diberikan
pengetahuan, ketrampilan dan sikap dasar tentang ilmu beladiri.
- Tingkat II / Sabuk Hijau / Siswa II
Warna
hijau pada sabuk memberi makna kedamaian hati setalah diberikan
pelajaran dasar tentang pengetahuan, ketrampilan dan sikap sehingga
memberi keteduhan hati dan bangga dengan ilmu yang dimilikinya.
- Tingkat III / Sabuk Hijau Strip Kuning / Asisten Muda
Warna
hijau yang memberikan kedamaian, kebahagiaan dan kesejahteraan serta
dipersiapkan untuk menjadi pesilat yang berkualitas dan berbudi pekerti
luhur yang dilambangkan strip kuning pada sabuk.
- Tingkat IV / Sabuk Kuning / Asisten Madya
Warna
kuning melambangkan keluhuran budi pekerti (akhlaqul karimah) dan
keagungan jiwa serta berkualitas, sehingga pesilat makin banyak ilmunya
makin berbudi pekerti yang luhur.
- Tingkat V / Sabuk Kuning Strip Biru / Asisten Utama
Dengan
budi pekerti yang luhur dan keagungan jiwa disertai cita-cita yang
luhur, semangat belajar dan tabah dalam menghadapi tantangan yang
dilambangkan dengan strip biru pada sabuk.
- Tingkat VI / Sabuk Biru / Pelatih Muda
Warna
biru melambangkan semangat belajar yang tinggi, dengan percaya diri
serta dapat menjaga martabat dan mampu menguasai serta mengendalikan
diri walaupun banyak tantangan, rintangan dan halangan.
- Tingkat VII / Sabuk Biru Strip Coklat / Pelatih Madya
Dengan
semangat dan cita-cita yang tinggi menjadikan percaya diri, selalu
menegakkan kebenaran, kejujuran dan menghormati sesama insan.
- Tingkat VIII / Sabuk Coklat / Pelatih Utama
Warna
coklat tua melambangkan sikap damai, bersahabat, selalu rendah hati dan
senantiasa menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan.
- Tingkat IX / Sabuk Coklat Bintang Merah 1 / Guru Muda
Bersikap damai dan bersahabat, ramah dan sopan, senantiasa menegakkan kebenaran.
- Tingkat X / Sabuk Coklat Bintang Merah 2 / Guru Madya
Senantiasa
mengupayakan perdamaian dan persahabatan dengan sesame. Keramahan dan
kesopanan ditingkatkan, dengan keberanian yang tinggi membela kebenaran.
- Tingkat XI / Sabuk Merah / Guru Utama
Merah
melambangkan keberanian dalam membela kebenaran, berjiwa besar, mawas
diri, pemaaf dan mengutamakan kepentingan umum dan dapat menjadi
panutan.
- Tingkat XII / Sabuk Merah Garis Tepi Emas / Guru Besar
Berjiwa besar sebagai pendekar, bisa meramut dan membina serta sebagai pengayom.
“Apa yang menjadikan seorang pesilat juara?” Ini adalah pertanyaan yang sering muncul di benak kita.
Untuk
meraih keberhasilan di dunia olahraga pencak silat, menjadi kuat saja
tidak cukup; Anda juga butuh teknik. Tetapi, teknik yang tajam juga
tidak cukup; anda butuh strategi untuk meraih kemenangan. Tetapi fisik,
teknik, dan strategi saja masih belum bisa mengantarkan anda menjadi
juara; anda juga harus mempunyai etika, atau sopan santun pada
orang-orang di sekitar anda; kemudian ada satu faktor terakhir yang
sifatnya tak kasat mata: yaitu keberuntungan (luck).
Seorang pesilat
yang tangguh harus meyakini bahwa kelima hal tersebut--fisik, teknik,
strategi, etika dan luck--adalah lima hal yang menentukan seorang
pesilat mejadi juara. Pertama kali saya mendengar teoi ini dari mas Edi
Suhartono, kemudian saya berkali-kali mendengar orang lain
membenarkannya, dan dalam pertandingan juga terbukti kebenarannya.
Fisik adalah faktor yang penting bagi seorang pesilat. Namanya
saja olahraga pencak silat, jadi tentu tubuh harus terlatih.
Kenyataannya, kau tidak bisa bergerak lincah bila flexibility, agility,
dan speed-mu jelek; tendangan dan pukulanmu tidak akan keras bila
otot-ototmu lemah dan explosive powermu jelek. Kau juga tidak bisa
bertahan bila staminamu jelek. Dan jangan lupa, kategori tanding adalah
olahraga kontak dimana tubuhmu banyak berbenturan dengan lawan, maka
bila fisikmu lemah maka kau tidak akan tahan. Mungkin tanpa fisik yang
terlatih kau masih bisa menang, tetapi belum tentu juara. Pencak silat
memberlakukan sisitem gugur dimana sekali kalah, pesilat tersebut tidak
bisa melangkah ke babak berikutnya. Ditambah perkembangan peraturan
pertandingan saat ini yang menuntut pesilat untuk memiliki kondisi fisik
yang baik.
Teknik yang bagaimanakah yang dibutuhkan untuk menjadi juara? Itu
adalah teknik yang tajam. Seorang pesilat bisa saja melakukan teknik
yang bermacam-macam, tetapi belum tentu menguasainya. Untuk menguasai
suatu teknik, ia harus mengulang-ulang teknik itu ratusan hingga ribuan
kali. Ulangan yang berkali-kali akan membentuk skill (keterampilan);
kemudian, apabila dari ulangan itu teknik dapat keluar secara otomatis
dalam pertandingan, artinya skill telah berkembang menjadi refleks.
Satu hal yang tak kalah penting untuk menguasai teknik adalah
penghayatan seorang pesilat terhadap gerakan tersebut. Artinya, ketika
kita bergerak, kita tidak hanya sekedar bergerak, namun juga melibatkan
seluruh perasaan. Mas Edi pernah berkata bahwa dalam berlatih, anggaplah
punching pad atau sansak adalah lawan. Hadapilah seperti kita
menghadapi lawan. Itulah penghayatan. Karena di gelanggang, lawan kita
tidak hanya bergerak kesana kemari dan membalas, namun juga bisa
berpikir.
Para pesilat juara yang saya kenal, mereka tidak
menguasai bermacam-macam teknik, tetapi mereka hanya menguasai beberapa
teknik sebagai senjata andalan.
Teknik yang kita miliki telah ditunjang oleh fisik yang baik, dan
sudah terasah menjadi refleks. Namun kita juga harus paham cara
menggunakannya untuk meraih kemenangan. Itulah strategi. Strategi adalah
cara-cara yang diterapkan untuk meraih kemenangan. Strategi haruslah
fleksibel menyesuaikan kondisi pesilat dan kondisi lawan. Strategi bisa
bermacam-macam, mulai dari yang bersih hingga yang "kotor", namun itu
disebut strategi selama tujuannya untuk menang.
Strategi
membutuhkan kecerdasan (intelegensi) dan kecerdasan ini bisa dilatih.
Caranya adalah banyak menyaksikan pertandingan, baik itu di gelanggang
atau rekaman video dan VCD. Jangan hanya menonton serunya, siapa yang
menang atau kalah: analisalah secara mendalam. Coba hitung poinnya.
Amati pola permainannya. Serangan apa yang digunakan, dari posisi
bagaimana, mengapa sudut biru yang menang, merah yang kalah, atau
sebaliknya? Cobalah berdiskusi dengan pelatih atau teman berlatih.
Strategi tidak hanya mencakup permainan di gelanggang, tetapi juga
melingkupi seluruh pertandingan sejak kita tiba di tempat pertandingan
sampai pertandingan berakhir. Lawan bisa saja melakukan berbagai cara
untuk membuat kita gagal. Cara terbaik melindungi diri dari strategi
semacam ini adalah: tetap fokus pada pertandingan, bersikap waspada
terhadap diri sendiri, dan berdoa.
Etika adalah masalah sopan santun; dan perilaku sopan santun
sangat penting dalam olahraga pencak silat. Bila kita mengamati
peraturan pertandingan pencak silat, akan terlihat bahwa peraturan ini
sangat menjunjung tinggi etika. Harus menghormat saat memasuki
gelanggang, tidak boleh mengeluarkan suara mulut, dilarang mengeluarkan
kata-kata atau gerakan yang memancing emosi, menederai lawan dengan
sengaja, dsb. Ini menunjukkan bahwa--sedikit banyak—olahraga pencak
silat mengkondisikan para atlitnya untuk bersikap sopan santun. Bila
kita renungkan, pencak silat memang berakar dari budaya timur yang luhur
yang mengutamakan kesopanan dan kerendahhatian. Sehingga tidak aneh
bila etika adalah salah satu syarat menjadi juara.
Sopan satun
ini tidak hanya di dalam gelanggang, tetapi juga berlaku di luar
gelanggang. Sopan santun berarti menjaga hubungan baik dengan sesama.
Baik itu dengan pelatih, manajer, rekan setim, wasit dan juri, bahkan
lawan. Tidak perlu banyak omong atau mengobrol, senyum saja sudah cukup.
Inilah satu faktor terakhir yang kita butuhkan untuk menjadi
juara. Ini adalah luck, atau keberuntungan. Ada yang mengatakannya
dengan istilah “nasib”. Faktor ini tidak bisa dijelaskan dan sulit
diramalkan, bahkan sebaiknya pesilat tidak membicarakan masalah “nasib’
dalam pertandingan. Ini adalah faktor yang ditentukan oleh Tuhan yang
Maha Kuasa. Karena yang mengatur “nasib” adalah Tuhan, maka pada saat
bertanding banyak-banyaklah tirakat dan berdoa.
Itulah lima hal
yang menjadi syarat untuk menjadi juara. Kelima hal ini memang mudah
untuk dikatakan, tetapi prakteknya cukup sulit; baik atlit maupun
pelatih harus memahami dan mengupayakan kelima hal ini untuk meraih
prestasi terbaik.
Semoga bermanfaat untuk saudara-saudara sekalian!